www.instagram.com/visit.tidoreisland
Kie Duko adalah sebutan untuk Tidore, nama yang akan membawa cerita tentang kebesaran sebuah negeri di Jaziah Al Mamluk atau kepulauan raja-raja yang kini dikenal dengan wilayah Maluku Utara.
|
Kota Tidore |
Tidore merupakan bagian dari empat Kesultanan Islam yang ada di wilayah Maluku Utara yaitu Ternate, Bacan, dan Jailolo yang dikenal dengan sebutan nama Moloku Kie Raha. Kemasyuran Nama Tidore, sudah dikenal sampai ke Pasifik dan Afrika Selatan.lebih dari itu goresan dalam catatan sejarah telah mencatat kebesaran nama Tidore lewat keberanian Sultan Nuku dalam menumpas para penjajah negeri berabad silam.
|
Landscape Tidore |
Mengunjungi Pulau Tidore untuk bisa mempelajari sejarah, menikmati alamnya yang indah adalah hal yang tidak terlupakan. Perjalan dimulai dari Pelabuhan Bastiong di Ternate menggunakan speed boat menuju pelabuhan Rum di Tidore. Banyak hal hal menarik yang saya pelajari ketika membuat film dokumneter tentang Tidore. Salah satunya tentang kehidupan masyarakat di Tidore. Sejak masa kesultanan setiap SOA atau Kampung di Tidore memiliki tugas khusus. Tugas yang dimaksud adalah setiap kampung memiliki ciri khas dalam upaya membangun perekonomian masyarakat yang tinggal di Pulau Tidore. Seperti masyarakat di Kampung Toloa, secara turun temurun sejak Zaman Kolano sebutan Sultan pertama hingga hari ini bertugas sebagai pandai besi. Ketika masa Kesultanan, masyarakat di Kampung Toloa memproduksi perkakas atau alat-alat perang untuk tentara Kesultanan, berupa pedang dan tombak. Menurut Hadi Malaka seorang pandai besi dari Kampung Toloa yang pernah saya temui, menjelaskan bahwa "kalau waktu itu pekerjanya
banyak, satu kelompok itu bisa sepuluh. Jadi kalau ada perintah dari Sultan
untuk buat senjata itu semuanya kerja". Untuk menjadi seorang pandai besi, khususnya seorang KEPU yaitu ahli pembuat parang harus memiliki ilmu yang diwarisi dari leluhur, baik secara teknis maupun amalan berupa ritual tertentu. Kini zaman sudah berganti, saat ini masyarakat Toloa lebih banyak memproduksi alat-alat untuk pertanian seperti parang, pacul yang dipasarkan untuk seluruh Maluku Utara hingga Papua
|
Masyarakat Kampung Bobo |
|
Anak-anak Kampung Bobo di Tidore |
Berbeda dengan masyarakat di Toloa, masyarakat yang tinggal di Kampung Bobo memiliki tugas sesuai dengan keahliannya yaitu mencari ikan dan bertani. ada hal yang unik yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Bobo ketika mencari ikan, mereka biasanya mencari ikan di laut yang tenang dan tak berombak. Alat yang digunakan mereka berbeda dengan masyarakat Tidore lainnya, yaitu menggunakan panah. Cara ini sudah digunakan sejak dari orangtua bahkan buyut mereka. Masyarakat Kampung Bobo jarang menggunakan perahu untuk mencari ikan, tetapi lebih sering dengan cara menyelam atau biasa disebut dengan Batum. Masyarakat kampung Bobo sebenarnya bukan warga asli Tidore, nenek moyang mereka berasal dari Papua. menurut catatan sejarah pada abad ke 16 hingga 18, wilayah kekuasaan Kesultanan Tidore meliputi hingga Papua Barat. Ketika itu ada warga dari Papua yang memilih untuk hijrah ke Tidore untuk mengabdi kepada Sultan. Kehadiran mereka disambut baik, dan diberikan tempat bermukim di Kampung Toloa bersama warga asli Tidore lainnya. Namun karena jumlahnya bertambah banyak maka mereka dipindahkan ke ke dalam satu Kampung yang disebut Desa Bobo. Saat ini sudah beberapa generasi orang-orang keturunan dari Papua tinggal di Desa Bobo. Meski sudah beranak pinak dan terjadi proses kawin mengawin dengan warga asli Tidore namun secara fisik masyarakat Desa Bobo masih sama secara fisik dengan orang-orang dari kampung asalnya di Papua. Terbukti keberagaman masyarakat di Pulau Tidore menjadi warna kehidupan yang membuat siapapun bahkan saya selalu ingin mengunjungi kembali Pulau Tidore yang memiliki pesona alam, budaya dan sejarah dan tradisi yang kuat. Semua dipersembahkan untuk menambah keragaman di Indonesia. Tidore untuk Indonesia.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar